Kerusuhan Tanjung Balai, Mencederai Kemajemukan

Minggu, 31 Juli 2016

Kerusuhan Tanjung Balai, Mencederai Kemajemukan

Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Nusron Wahid, mengatakan pengrusakan dan pembakaran tempat ibadah oleh kelompok massa dari agama apapun tidak bisa dibenarkan.

Itu perbuatan yang jauh dari nilai agama manapun, kata dia melalui pesan singkat, Sabtu, 30 Juli 2016.

Nusron mengatakan bahwa tempat ibadah tidak bersalah maka seharusnya tak bisa dijadikan sasaran kemarahan. Bahkan dalam perang sekali pun, kata dia, menjadikan tempat ibadah sebagai sasaran adalah kejahatan. Apalagi terjadi di tempat beribadah agama tertentu dirusak dan dibakar oleh kelompok masyarakat agama lainnya, ujar dia.

Nusron juga mengungkapkan kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara, sangat menyimpang dari nilai-nilai agama Islam. Juga ini mencederai kemajemukan, ucapnya. Dia meminta fenomena ini tidak boleh terulang serta merembet ke unsur SARA. Kita harus waspada jangan sampai terjadi di tempat lain. Ini bagian dari upaya memecah belah kristalisasi kebangsaan kita.

Menurut Nusron, konflik di Tanjung Balai ini menandakan bahwa nilai-nilai Pancasila dan toleransi belum benar-benar terwujud dan mungkin terlupakan. Dia pun meminta petugas keamanan menjamin semua tempat ibadah aman sehingga semua pemeluknya bisa menjalankan ibadah secara tenang. Dia juga meminta pelanggaran hukum dalam kasus ini ditindak tegas.

Nusron menghimbau agar masyarakat dapat rukun dengan umat beragama. Menurut dia, tetangga yang beda agama tidak harus bermusuhan. Apalagi berbuntut pada pengrusakan tempat ibadah. Dengan begitu, kemajemukan dan perbedaan yang memang merupakan sunatullah ini tetap bisa berjalan harmoni, ujar dia.

Kerusuhan di Kota Tanjung Balai bermula pada Jumat malam, 29 Juli 2016. Sejumlah warga yang tinggal di sekitar Jalan Karya, khususnya di sekitar Masjid Almakhsum, merusak beberapa tempat ibadah seperti Vihara.

Menurut polisi, awal kerusuhan bermula dari seorang perempuan berinisial M, warga Jalan Karya Tanjung Balai Selatan karena menegur nazir Masjid Almakhsum untuk mengecilkan suara dari perangkat loudspeaker masjid.

"Menurut nazir masjid, M berulang kali menegur pengurus masjid, kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Rina Sari Ginting melalui telepon, Sabtu, 30 Juli. Hal ini memicu para warga bertindak anarkistis. Namun, tiga jam kemudian kericuhan bisa diredam.


Share on :